MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Efek Kupu-Kupu



Satu kepakan  kupu-kupu di Brasil dapat menghasilkan angin tornado di Texas.
(Edward Norton Lorenz)

Edward Norton Lorenz adalah seorang ahli matematika dan metereologi Amerika Serikat yang menjadi terkenal karena teori efek kupu-kupu. Teori ini ia temukan tahun 1961 saat ia  secara tidak sengaja yang menemukan sebuah perbedaan kecil dari sebuah kejadian yang dapat menimbulkan kejadian besar di kemudian hari.

Ceritanya begini. Dalam usahanya melakukan peramalan cuaca, Lorenz menyelesaikan 12 persamaan diferensial non-linear dengan komputer yang digambarkan dalam grafik. Pada awalnya dia mencetak hasil perhitungannya di atas sehelai kertas dengan format enam angka di belakang koma (...,506127). Kemudian, untuk menghemat waktu dan kertas, ia memasukkan hanya tiga angka di belakang koma (...,506). Asumsinya perbedaan desimal 6 angka di belakang koma dengan 3 angka di belakang koma, tidaklah akan berpengaruh pada sistem yang sedang ia teliti.

Ia mencetak satu per satu grafik pada kertas sama yang sudah berisi hasil cetakan tadi. Satu jam kemudian, ia dikagetkan dengan hasil yang sangat berbeda dengan yang diharapkan. Pada awalnya kedua kurva tersebut memang berimpitan, tetapi sedikit demi sedikit bergeser sampai membentuk corak yang lain sama sekali.

Berdasarkan penemuan itu ia menyimpulkan bahwa satu kepakan sayap burung camar laut (seagull) dapat mengubah jalannya cuaca untuk selamanya. Atas anjuran rekan-rekan sejawatnya, dalam kuliah-kuliah dan publikasi selanjutnya, Lorenz menggunakan contoh yang lebih puitis, yaitu kepakan kecil kupu-kupu di Brasil dapat menimpulkan angin tornado di Texas.

Ketika Lorenz akan melakukan ceramah pada pertemuan ke-139 American Association for the Advancement of Science tahun 1972, rekan Lorenz, Philip Merilees, mengusulkan judul "Does the flap of a butterfly’s wings in Brazil set off a tornado in Texas?" ("Apakah kepakan sayap kupu-kupu di Brasil menyulut angin tornado di Texas?"). Meskipun kepakan sayap kupu-kupu tetap konstan dalam konsep ini, lokasi kupu-kupu, dampaknya dan lokasi dari dampak-dampak selanjutnya dapat bervariasi luas.

Kepakan sayap kupu-kupu secara teori menyebabkan perubahan-perubahan sangat kecil dalam atmosfir bumi yang akhirnya mengubah jalur angin ribut (tornado) atau menunda, mempercepat bahkan mencegah terjadinya tornado di tempat lain. Kepakan sayap ini merujuk kepada perubahan kecil dari kondisi awal suatu sistem, yang mengakibatkan rangkaian peristiwa menuju kepada perubahan skala besar .

Penemuan Lorenz kini tidak hanya dipakai untuk urusan cuaca. Kalimat itu belakangan menjadi terkenal dan berperan sebagai sebuah peribahasa dan kata-kata motivasi. Jika hal kecil seperti kepakan kupu-kupu yang berjalan konsisten terus menerus dapat menimbulkan angin Tornado, demikian pula dalam kehidupan ini. Pekerjaan sederhana yang dilakukan sungguh-sungguh kelak dapat menimbulkan dampak besar. Sebaliknya kekeliruan kecil yang dilakukan terus menerus dapat menimbulkan kerugian besar di kemudian hari.

Dalam kehidupan, tanpa kita sadari bahwa banyak hal-hal besar yang terjadi berawal dari keputusan dan tindakan yang kecil. Sebuah langkah perubahan kecil, bisa menjadi awal perubahan besar dalam kehidupan seseorang, Hal kecil yang baik dan buruk bisa berefek besar. Seperti mereka yang memutuskan untuk berhenti merokok, dengan memulai mengurangi sebatang sehari itu sudah bentuk perubahan kecil menuju ke perubahan yang besar.

Begitu pula kebiasaan kecil yang buruk juga akan berdampak buruk yang besar. Misalnya kebiasaan menunda pekerjaan, kebiasaan terlambat dalam menghadiri pertemuan. Telah banyak bukti hal ini membuat reputasi buruk bagi orang, bahkan perusahaan.

Efek kupu-kupu ada kaitannya dengan Teori Chaos, teori yang berkenaan dengan sistem yang tidak teratur seperti awan, pohon, garis pantai, ombak dan lain-lain  yang sifatnya  random, tidak beraturan. Namun bila dilakukan pembagian (fraksi) atas bagian-bagian yang kecil, maka sistem yang besar yang tidak teratur ini didapati sebagai pengulangan dari bagian-bagian yang teratur. Begitupun dengan hidup ini. Satu kejadian sepertinya tidak terkait dengan kejadian lain, namun kerapkali jika dirunut akan ketemu simpulnya.

Maka jangan sepelekan kebiasaan-kebiasaan kecil.***

Bambang Suharno

Kebijakan itu Sudahkah Bijak?



Setelah protes bertubi-tubi datang dari kalangan pengusaha dan peternak, akhirnya pemerintah membatalkan aturan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi semua ternak baik impor maupun di dalam negeri. Dengan demikian, semua ternak dipastikan bebas dari pungutan pajak tersebut.

"Untuk mensinergikan kebijakan pangan, khususnya barang strategis di bidang pangan, maka untuk ternak tidak akan dikenakan PPN," tegas Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara Badan kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti di Jakarta, Jumat (22/1/2016).  

Ini adalah kejadian aktual pertengahan januari 2016. Sebuah kebijakan tentang pungutan PPN yang dalam waktu beberapa hari langsung dicabut. “Sebuah drama yang tidak lucu,” kata seorang pengamat.
Sebelumnya, polemik  tentang kecukupan jagung menjadi perdebatan keras antara pemerintah dengan peternak dan produsen pakan. Pasalnya, Pemerintah menganggap jagung dalam negeri masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan, sebaliknya apa yang dirasakan oleh peternak dan pabrik pakan justru sebaliknya. Jagung sulit didapat dan harganya melambung tinggi. Melalui negosiasi yang alot akhirnya pemerintah mengizinkan kembali impor jagung. Proses ini menguras waktu dan energi yang sangat besar. Dampak lanjutannya, biaya produksi pakan menjadi naik drastis.

Soal kebijakan impor jumlah sapi bakalan di era sebelumnya juga sempat membingungkan publik. Kementerian Pertanian  menyatakan sapi lokal cukup sehingga impor sapi diturunkan drastis. Akibatnya harga daging sapi melambung tinggi dan terjadi pengurasan sapi lokal. Bahkan sapi perah dijual sebagai sapi potong karena peternak tergiur harga sapi yang mahal.

Kebijakan “menghambat” impor kemungkinkan didasari semangat untuk secepatnya mencapai titik swasembada sekaligus membela peternak dalam negeri. Namun jika semangat itu tidak didasari data lapangan yang akurat, dapat terjadi dampak negatif yang jauh lebih besar.

Ambil contoh, karena pabrik pakan dan peternak (selfmixing farm) kekurangan pasokan jagung , maka para formulator pakan harus bekerja ekstra keras mencari formula baru yang mengurangi jagung. Hasilnya biaya pembuatan pakan menjadi lebih tinggi, karena ketersediaan bahan baku alternatif juga minim.  Pada saat yang bersamaan pemerintah melakukan kesepakatan afkir dini parent stock agar harga ayam di tingkat peternak bisa terdongkrak naik dan memberi laba bagi peternak.

Alhasil, ketika pasokan ayam dan telur di lapangan berkurang, harga ayam terdongkrak naik dan selanjutnya harga ayam di konsumen juga ikut melonjak.  Bisa dibayangkan, jika PPN untuk ternak diberlakukan baik untuk ayam maupun sapi, maka harga daging ayam dan daging sapi akan lebih melonjak lagi. 

Pengenaan PPN ini bisa jadi dapat menambah pendapatan pajak bagi negara, namun akibat negatifnya jauh lebih besar, yakni konsumen level bawah tidak mampu membeli sumber gizi protein hewani yang merupakan sumber kesehatan dan kecerdasan.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah, pertama, semua pengambil kebijakan perlu memahami secara komprehensif dampak setiap kebijakan yang akan diambil. Kebijakan Menteri Pertanian bukan hanya untuk petani pagi, jagung dan kedelai, tapi juga peternak sapi peternak ayam, dan berujung pada konsumen. Bahkan lebih jauh lebih berujung pada kecerdasan dan kesehatan anak bangsa.

Kedua, sangat diperlukan data yang akurat dan cepat bagi para pengambil kebijakan. Indonesia begitu luas dan beragam, sementara data yang dipakai pemerintah mungkin saja data nasional, bukan per wilayah. Data per provinsi pun bisa saja kurang tepat diimplementasikan. Seperti yang biasa dilakukan oleh pelaku bisnis. Data mereka dipecah berdasarkan sentra bisnis komoditas, bukan per wilayah pemerintahan. Misalnya untuk peternakan ayam ada data priangan timur, Jawa Tengah bagian selatan plus Jogja, Jabodetabeksuci (Jakarta, Bogor, Depok ,Tangerang,Sukabumi, Cianjur) dan sebagainya yang  bukan berbasis provinsi maupun kabupaten.

Kecepatan data juga ikut menentukan kualitas data itu sendiri. Tak kalah pentingnya, adalah bagaimana pengambil kebijakan dapat mendalami data itu untuk mengambil kebijakan tanpa diiringi tujuan pencitraan “telah berhasil” mencapai target.

Kita paham, para pejabat dikejar target seperti supir bus kota mengejar setoran. Menteri Pertanian perlu membela petani, tapi jangan sampai menguras sapi lokal, apalagi sapi betina produktif. Menteri membela petani, tapi juga harus membuat harga pangan wajar. Menteri ingin sepat swasembada jagung, namun jika faktanya jagung belum mencukupi kebutuhan peternak, janganlah dipaksakan menyetop impor jagung. Yang perlu dilakukan adalah melakukan kajian ulang terhadap produksi jagung di berbagai wilayah.

Maka, yang ketiga, para pengambil kebijakan semestinya berpikir komprehensif dan meninggalkan ego sektoral. Ini adalah pesan berulang kali dari Presiden Jokowi kepada para pembantunya. Presiden paham betul, jika para pembantunya memelihara ego sektoralnya, pembangunan tidak dapat berjalan secara optimal.
Intinya pengambil kebijakan itu memang harus bijak, Namanya juga kebijakan, semestinya bijak di mata publik.***

SERIBU CERMIN



Seekor anjing kecil yang selalu bermuka muram sedang berjalan-jalan sambil cemberut.
Tiba-tiba  ia tertarik untuk masuk ke suatu rumah yang pintunya terbuka. 
Ia tidak tahu bahwa di dalam rumah itu terpasang 100 cermin.  Begitu anjing masuk ke dalam rumah, betapa kagetnya ia!  Ternyata di dalam rumah itu ada 100 anjing dengan ekspresi terkejut memandang ke arahnya!  Karena merasa terancam, ia pun menyalak ke arah 100 anjing tersebut.  Rupanya salakan tersebut dibalas dengan salakan juga oleh 100 anjing yang tidak lain adalah pantulan dirinya sendiri di 100 cermin.  Karena takut, anjing kecil itu pun lari keluar dari rumah tersebut.

Hati kecilnya berkata, "Rumah i
tu sungguh mengerikan!".

Selang beberapa lama, seekor anjing yang selalu berhati riang berjalan-jalan di sekitar tempat itu.  Ia melihat rumah 100 cermin yang pintunya terbuka, dan sambil tersenyum kecil ia pun mengendap masuk.  Betapa senangnya ia, begitu masuk, ia melihat ada 100 anjing yang juga sedang tersenyum kecil menatap dirinya!

Ia pun mengibas-ngibaskan ekornya dan melompat dengan riang. 
Rupanya, 100 anjing di hadapannya juga ikut-ikutan mengibaskan ekornya dan melompat.  Ketika ia mencoba berjoget, di depannya terlihat 100 ekor anjing ikut berjoget riang gembira.

Dalam hatinya ia berkata, "Wah..., menyenangkan sekali
rumah ini ..... "

******
Apa yang tampak dalam kehidupan ini adalah cermin dari apa yang ada di dalam pikiran kita.  Apakah Anda saat ini sedang mengeluh terhadap situasi ekonomi yang bergejolak,  atau sebaliknya Anda tengah melihat peluang-peluang baru untuk berkembang lebih baik karena para pesaing sedang tiarap, kedua-duanya benar karena itulah cermin yang Anda lihat. Apakah Anda sedang melihat situasi politik nasional sebagai kelanjutan dari situasi negara yang makin terpuruk, atau sebaliknya Anda melihat sebagai situasi menuju perbaikan, dua-duanya benar. Karena jika sebagian masyarakat Indonesia berpikir Indonesia akan makin terpuruk karena skandal korupsi dan hukum yang bisa dibeli, maka sebagian masyarakat akan tidak peduli lagi akan perbaikan taat hukum,  sebagian besar akan menganggap percuma melakukan perbaikan, sebagian akan menganggap menyogok pejabat adalah hal lumrah, dan begitu seterusnya.  Dengan pola pikir seperti itu, maka persepsi bahwa negara makin terpuruk akan menjadi kenyataan.  Dari satu pikiran buruk akan memantul situasi buruk para seratus atau seribu cermin.

Begitupun sebaliknya, jika masyarakat berpikir  bahwa semua proses yang terjadi adalah proses menuju sesuatu yang lebih baik, maka sebagian masyarakat akan berupaya melakukan perbaikan. Akan ada dan terus bertambah pemimpin birokrasi yang memberi teladan dalam melayani masyarakat. Akan muncul cara-cara baru untuk mengontrol pelanggaran pejabat maupun pelanggaran oleh masyarakat. Akan muncul perbaikan yang menular ke masyarakat lainnya. Pikiran baik menghasilkan tindakan yang baik dan memantulkan kebaikan pada lingkungannya, seakan ada seribu cermin di depan sana.

 Ketika berpikir bahwa kehidupan itu sulit, maka akan bertambah susahlah kita. Kita akan melihat orang jahat menjadi banyak. Realita seperti itulah yang akan ditemukan.

Tahun 2015 ini Indonesia mengalami ujian ekonomi yang berat dengan  melemahnya nilai tukar rupiah, sementara itu terjadi anomali cuaca akibat El Nino berupa musim kemarau yang lebih lama dari biasanya. Di beberapa daerah terjadi bencana asap yang  ternyata tidak mudah penanganannya.

Di bidang perunggasan terjadi kelebihan pasokan DOC yang menyebabkan kelebihan pasokan ayam. Sementara itu akibat melemahnya nilai tukar rupiah, barang impor menjadi lebih mahal, bahan baku pakan impor lebih mahal, dan harga pakan mengalami kenaikan, di saat peternak belum mendapat keuntungan.

Di usaha peternakan sapi, diwarnai dengan kisruh harga daging sapi yang melambung tinggi dan berujung pada pemeriksaan Bareksrim terhadap beberapa pengusaha penggemukan sapi yang dituduh “menimbun” sapi yang sejatinya sedang dalam proses penggemukan.  Pemeriksaan Bareskrim yang sangat menyita waktu dan tenaga menimbulkan frustasi para pelaku penggemukan sapi yang selama ini telah menjalankan usaha secara normal.

Kini kita mengakhiri tahun 2015 sekaligus mengawali tahun baru dengan memasuki era baru berupa MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Mungkin bisnis semakin sulit. Tapi semua itu tidaklah tepat menjadikan kita  murung, cemberut, sering komplain, mengeluh dan pesimis. Karena di depan kita ada seribu cermin yang siap memantulkan wajah kita.

Yang paling bagus adalah memasang wajah optimis , berusaha memperbaiki mental dan sikap, berpikir positif, bersyukur dan selalu menebar kebaikan.   Seribu cermin siap memantulkan sikap optimis kita. Dan hidup menjadi lebih dinamis dan indah.

Selamat bercermin dan Selamat tahun baru 2016.***
Artikel karya Bambang Suharno ini telah dimuat di majalah Infovet edisi Desember 2015

Berpikir Kritis



Prof. David Beng, seorang peneliti dari Boston University USA, telah  melakukan riset selama 5 tahun untuk mengetahui khasiat berbagai macam daun tanaman tropis. Hasil risetnya telah dipublikasikan di Journal of Human Medicine yang terbit awal tahun 2015 ini, dan artikel hasil risetnya itu cukup menghebohkan dunia pengobatan khususnya pengobatan penyakit kanker.
Dalam laporan  risetnya, David Beng mengemukakan bahwa daun singkong asal negara tropis memiliki kandungan zat yang mampu meredam  proliferasi sel kanker. Itu sebabnya ia kemudian menyimpulkan bahwa masyarakat negara tropis yang suka makan daun singkong, jarang yang terkena penyakit kanker. Ia menyarankan daun singkong sebaiknya cukup direbus saja lalu dimakan, tidak perlu dibuat sayur, agar khasiat anti kankernya lebih optimal. Makan daun singkong dua hari sekali akan mampu menghambat tumbuhnya sel kanker dalam tubuh.

Percayakah Anda dengan tulisan di atas? Itu adalah tulisan saya yang ngawur. Hanya imajinasi saja. Jadi jangan percaya, karena saya tulis hanya sebagai contoh tentang mudahnya membuat berita bohong di ruang publik, dalam hal ini melalui media sosial.
Saat ini kita hidup di era keterbukaan informasi. Setiap hari hari kita mendapatkan berbagai macam informasi melalui broadcast Blackberry, whatsapp, facebook,  twitter dan sebagainya. Broadcast itu pada bagian akhirnya biasanya ada semacam “kata bijak” agar kita segera meneruskan informasi yang belum tentu benar tersebut ke teman-teman kita. Ada yang di akhir cerita ditulis "meneruskan info ini berarti menyelamatkan ribuan orang". ada yang tertulis "indahnya berbagi" dan sebagainya. Jika broadcast itu ada unsur religiusnya, di bagian akhir biasanya ada petuah untuk segera bertindak menyebarluaskan informasi sebagai amal ibadah. 

Padahal apabila disikapi secara kritis, banyak sekali informasi yang beredar itu adalah berita bohong alias Hoax. Bahkan sebagian berupa fitnah terhadap tokoh, industri ataupun institusi. Bisa dibayangkan betapa bahayanya ikut menyebarkan berita bohon, apalagi fitnah. Belum lama ini saya menerima broadcast yang terkesan sangat meyakinkan tentang dialog seorang pasien dengan dokter. Dokter bilang ke pasien, penyakitnya yang berupa kista di rahim adalah akibat suka makan sayap  dan leher ayam , dimana di leher ayam biasa disuntikan hormon yang berbahaya.  Sangat mungkin sudah ratusan ribu orang percaya dengan informasi menyesatkan ini.
Di era keterbukaan informasi, kita perlu lebih kritis menangkap informasi. Ibarat makan, informasi yang beredar itu ada yang berupa makanan bergizi, ada yang tidak bergizi dan ada juga yang berupa sampah dan racun. Karena informasi adalah makanan bagi otak kita, maka kita perlu memilih dan melakukan crosscheck, apakah makanan itu cukup bergizi buat otak kita atau tidak.

Menuntut ilmu hingga perguruan tinggi adalah melatih berpikir kritis. Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi, menguji rasionalitas, mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan. Dalam proses  pengambilan keputusan, kemampuan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi sangatlah penting.  Ciri orang yang berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang relevan. 
Menurut Prof. Potter, ada tiga alasan pentingnya keterampilan berpikir kritis dimasa sekarang. Pertama, adanya ledakan informasi. Saat ini terjadi ledakan informasi yang datangnya dari broadcast informasi  dan puluhan ribu website mesin pencari di internet. Informasi dari berbagai sumber tersebut bisa jadi banyak yang ketinggalan zaman, tidak lengkap, atau tidak kredibel. Untuk dapat menggunakan informasi ini dengan baik, perlu dilakukan evaluasi terhadap data dan sumber informasi tersebut. Kemampuan untuk mengevalusi dan kemudian memutuskan untuk menggunakan informasi yang benar memerlukan keterampilan berpikir kritis. Oleh karena itu, maka keterampilan berpikir kritis sangat perlu dikembangkan masyarakat.

Ketidak mampuan berpikir kritis, menyebabkan banyak orang percaya pada berita bohong. Kita lihat , banyak orang seenaknya menuduh seorang tokoh sebagai antek komunis, antek liberalisme ataupun penjahat perang.

Kedua, adanya tantangan global. Saat ini terjadi krisis global yang serius. Untuk mengatasi kondisi yang krisis ini diperlukan penelitian dan pengembangan keterampilan-keterampilan berpikir kritis.  Berpikir kritis bukanlah berpikir negatif, justru sebaliknya, berpikir kritis dapat menggali informasi lebih dalam. Ketiga, adanya perbedaan pengetahan warga negara. Sejauh ini mayoritas orang di bawah  25 tahun sudah bisa meng-online-kan berita mereka. Beberapa informasi yang tidak dapat diandalkan dan bahkan mungkin sengaja menyesatkan, termuat di internet.

Berpikir kritis bukan hanya untuk informasi di dunia maya. Berulangnya kasus penipuan investasi yang jelas-jelas tidak masuk akal,  beredarnya berita tahayul, penipuan berkedok undian berhadiah adalah sedikit contoh akibat masyarakat kita belum bersikap kritis terhadap informasi. (Bambang Suharno)***