MUTIARA KEHIDUPAN

header ads

Sikapmu Menentukan Kesuksesanmu

Teruslah belajar, bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan teknis, tapi agar bisa memiliki sikap yang lebih baik.

Jalan-jalan di kota Teknologi Shenzen, China

Perjalanan ke kota Teknologi Shenzen, China, 1 Mei 2019 dalam rangka Shenzen International Pet Fair.

Launching buku Menggali Berlian di Surabaya

Buku Menggali Berlian di Kebun Sendiri karya Bambang Suharno diluncurkan di acara Grand City Convex Surabaya, di tengah acara pameran internasional Indolivestock Expo.

Meraih sukses

Jika sukses harus diraih dengan kerja keras banting tulang siang malam, itu namanya sukses dengan mesin manual. Anda perlu belajar meraih sukses dengan mekanisme sukses otomatis (Suksesmatic.com).

Pengalaman Naik Kereta TGV di Perancis

Perjalanan ke Rennes Perancis dalam rangka menghadiri pameran internasional, naik kereta TGV dari Paris ke Rennes.

Tampilkan postingan dengan label training wirausaha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label training wirausaha. Tampilkan semua postingan

Berbuat Baiklah Kepada Mertua (dan orang lain juga)

Alkisah, di sebuah desa di Negeri Tiongkok hiduplah sepasang suami istri bersama ibu dari sang suami. Ibu ini bagi sang menantu putri adalah seorang  mertua yang kejam. Sebaliknya bagi sang ibu mertua, menantunya adalah seorang anak yang kurang berbakti pada ibu mertuanya, apalagi setelah menikah beberapa tahun, belum juga ia memberikan seorang cucu. Kerap kali keburukan sang menantu ia ceritakan kepada tetangganya.
Begitulah, apapun yang dilakukan oleh sang menantu, ibu mertuanya hampir selalu mencelanya. “Berbuat sopan, dicemooh, apalagi berbuat tidak baik,” demikian anggapan sang menantu putri itu.
Karena sudah sedemikian jengkel dan emosi terhadap mertuanya itu, ia tanpa pikir panjang memutuskan untuk membunuh ibu mertuanya dengan cara memberi racun. Diam-diam, ia pergi ke sebuah  toko obat untuk membeli racun dengan harapan esok hari  ibu mertuanya meninggal. 
“Tuan, tolonglah saya. Saya sudah tidak tahan lagi hidup bersama ibu mertua saya. Tiap hari saya dimaki, apapun yang saya lakukan, selalu dianggap salah. Tolong berikan saya racun yang dapat membunuh mertua saya,” ujar ibu muda ini kepada pemilik toko obat.
“Saya mengerti apa yang kamu rasakan. Saya akan memberikan racun kepadamu agar keinginanmu terwujud,” jawab sang pemilik  toko obat. Legalah hati sang menantu ini.
Tapi, kata pemilik toko obat melanjutkan,” jika saya memberi racun yang langsung bereaksi, pasti kamulah yang dituduh membunuh mertuamu. Saya akan memberimu racun yang reaksinya sekitar 6 bulan. Mulai hari ini, abaikanlah apa yang dikatakan ibu mertuamu. Berbuat baiklah kepadanya. Tiap pagi dan sore, berilah ia minum teh kesukaannya, dan campurkan serbuk racun ini  ke dalamnya. Saya yakin jika 6 bulan lagi ibu mertuamu meninggal, tak ada yang mencurigaimu sebagai pembunuhnya.
“Baiklah tuan, saya siap melaksanakan saran tuan,” kata ibu muda tadi. Dan bergegaslah ia pulang dengan wajah gembira.
Mulai hari itu ia berusaha berbuat baik kepada ibu mertuanya. Tiap pagi dan sore, ia menghidangkan teh kesukaannya, disertai “racun” yang dibelinya di toko obat. Pada awalnya tentu saja, ibu mertua mencibir kebaikan menantunya. Tapi lama-kelamaaan ia melihat bahwa menantunya selalu sabar dan ramah, meski mendapat omelan. Satu bulan berlalu, ibu mertua menyadari bahwa menantunya adalah orang yang sabar dan patuh pada suami. Iapun mulai berubah menjadi baik dan  makin menyayangi menantunya.
Jika sang mertua ke pasar, tak  lupa ia membeli makanan kesukaan menantu. Demikian sebaliknya sang menantu sering menyisihkan uangnya untuk membeli makan dan pakaian untuk ibu mertuanya.
Singkat cerita tibalah saatnya 6 bulan  berlalu. Sang menantu mencoba merenungi perjalanan hidup selama 6 bulan bersama mertuanya, yang ternyata telah berubah drastis. Ibu mertuanya kini berubah menjadi sangat menyayangi dirinya. Ia tak lagi membeberkan keburukan dirinya kepada tetangga, malah sebaliknya ia sering memuji menantu putrinya kepada tetangganya. Beberapa temannya yang datang dan melihat kebaikan mertuanya selalu bilang ,” bersyukurlah kau punya seorang ibu mertua yang baik dan menyayangimu,”.
Malam itu dikala merenung, ia menangis,  menyesali perbuatannya. Ia mohon ampun kepada Tuhan karena ia telah memberi racun. Ia tidak rela ibu mertuanya meninggal. Ia menangis, dan menangis.
Maka pagi harinya, secara diam-diam ia pergi ke toko obat. “Tolonglah tuan. Sesuai dengan saran tuan, saya telah memberi racun setiap hari ke ibu mertua saya. Sekarang sudah 6 bulan. Tapi ibu mertua saya sekarang sangat menyayangi saya. Tolonglah saya diberi penawar racun supaya ibu saya tidak meninggal,” ujar ibu muda itu.
“Anak muda, saya tahu bahwa akhirnya kalian berdua akan saling menyayangi. Jadi tak usah khawatir, yang saya berikan 6 bulan lalu bukanlah racun, tapi obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Jadi mulai sekarang, teruskanlah menjaga hubungan baik  dengan mertuamu,” kata pemilik toko yang bijak tersebut.  
Sungguh menyentuh kisah kuno yang saya kutip dari talkshow motivator Andrie Wongso ini. Sebuah cerita yang mengandung pesan mengenai hubungan antar manusia yang selalu diliputi berbagai kesalahpahaman dan perselisihan.
Tak hanya di kehidupan keluarga kasus seperti di atas terjadi. Dalam kehidupan antar karyawan, pebisnis, pejabat, politisi, artis atau siapapun kesalahpahaman yang menjadi perselisihan dan pertengkaran dapat dan sering terjadi.
Pernah terjadi perselisihan antar percetakan dengan penerbit mengenai lamanya waktu mencetak. Pihak percetakan mengatakan sanggup mencetak buku selama 4 hari. Pada hari keempat penerbit menagih janji hasil cetakan. Jawabannya ,” ya, buku sudah selesai dicetak, tinggal dijilid saja, besok dikirim”
Rupanya terjadi kesalahpahaman tentang istilah “selesai cetak”. Bagi percetakan selesai cetak adalah selesai dari mesin cetak, belum dijilid. Sedangkan bagi penerbit “selesai cetak” maksudnya adalah sudah selesai sampai dijilid dan diantar ke alamat pemesan.
Acapkali penyelesaian terhadap masalah seperti itu berlarut-larut karena bukan pokok masalahnya yang diselesaikan tetapi dengan bertengkar soal komitmen, atau bahkan fokus pada sifat personal.
Ternyata cara penyelesaian semacam ini sangat boros energi dan waktu. Banyak orang menyelesaikan masalah dengan perasaan marah pada satu orang, sehingga inti persoalannya tidak terpecahkan.  Padahal seorang pakar SDM mengatakan, jika anda memfokuskan diri pada solusi, maka terjadi  penghematan energi dan waktu yang sangat banyak.
Fokus pada solusi akan membuat masalah segera terpecahkan. Seandainya tidak, minimal hati jadi lebih tenang. Dalam kasus di atas, pemilik toko obat tahu bahwa masalahnya bukan pada mertua yang kejam, tapi pada cara mereka berhubungan. Solusinya adalah menantu harus berkomunikasi dengan baik dengan sang mertua. Jika itu yang dilakukan  niscaya terjadi perbaikan hubungan.
Maka berbuat baiklah pada ibu mertua, dan juga pada orang lain.***
dikutip dari buku karya Bambang Suharno JANGAN PULANG SEBELUM MENANG.

Perjalanan Ke Negeri Gajah Putih


Tanggal 7-10 Februari lalu saya berkesempatan mengunjungi Negeri Gajah Putih alias Thailand. Saya berangkat bersama rombongan delegasi Indonesia yang akan mengikuti pameran Ildex (International Livestock and Dairy Expo) yang berlangsung di Queen Sirikit National Convention Center.

Dalam tulisan ini saya tidak berkisah mengenai acara konferensi, seminar dan pameran tersebut, melainkan pandangan saya mengenai suasana kota Bangkok yang saya kunjungi.

Sebelumnya saya berkunjung ke Bangkok tahun 2003. Waktu itu bandaranya masih di Don Muang, sekarang sudah pindah ke Bandara Swarnabhumi yang sangat luas. Dibanding 9 tahun lalu, tentu Bangkok sudah lebih modern dan lebih padat.

Bangkok mirip Jakarta. Kemacetan terjadi di pagi dan sore hari. Bedanya, Bangkok lebih rapi. kemacetannya masih terbilang normal, masih kategori padat merayap, bukan macet total sebagaimana sering terjadi di jakarta.

Jalan raya lebih rapi. Harga barang di pinggir jalan dengan di Mall relatif sama. Pedagang kaki lima tampak lebih rapi. Pedagang makanan di pinggir jalan lebih bersih dan tampak sekali mereka menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah di sembarang tempat. Beda dengan sebagian (besar) pedagang kaki lima di Jakarta yang terkesan kotor dan jorok.

Di pagi hari sekitar jam 6 pagi saya coba berjalan ke jalan-jalan sekitar Hotel Landmark tempat saya menginap. Saya melihat beberapa orang berbaris antri untuk membeli sarapan. Ini berbeda sekali dengan suasana di Jakarta dimana para pembeli berkerumun dan kadang yang datang belakangan minta dilayani lebih dahulu.

Dari perjalanan bersama rombongan, hampir semuanya berkesan bahwa dalam hal wisata, Indonesia sejatinya jauh lebih indah dibanding Thailand. Bedanya, para pelaku bisnis dan pemerintah Thailand dangat pintar menjual keindahan Thailand.

Istana Raja, Grand Palace, tak pernah sepi dari pengunjung. Di hari kerja pun, wisatawan harus berdesakan untuk melihat keindahan istana, yang kira-kira sama dengan keindahan Keraton Yogyakarta. Makan malam di kapal yang berlayar di sungai Chaop Raya menjadi pilihan para wisatawan dari berbagai negara. Bayangkan, untuk sekedar makan malam di kapal, wisatawan harus rela antri menunggu sekitar 1 jam. Sungai yang membelah kota Bangkok inilah yang menjadi ":jualan" pelaku bisnis wisata di sana.

Wisata belanja, baik makanan dan cindera mata yang ada di pasar tradisional maupun di mall juga dikemas menjadi wisata yang sangat menggiurkan kaum wisatawan dari berbagai negara.

sekian dulu ya tulisan saya. salam






Mau Wirausaha, Wiraswasta atau Entrepreneur?



Akhir-akhir ini istilah wirausaha dan wirausaha sering dipakai untuk menterjemahkan kata entrepreneur. Di kalangan tertentu khususnya yang terpelajar lebih suka menggunakan istilah asli, yaitu entrepreneur. Sementara itu kalangan pejabat menggunakan istilah wiraswasta atau wirausaha.

Dalam pandangan masyarakat kita, wiraswasta digambarkan sebagai seorang yang menjalankan usaha keluarga yang dikerjakan sendiri dan sulit berkembang. Misalnya punya bengkel, dikerjakan sendiri atau hanya dibantu oleh satu dua orang yang kerjanya hanya kalau disuruh saja. Wiraswasta identik dengan usaha yang sulit berkembang. Kalau kita lihat banyak usaha yang sudah puluhan tahun berjalan, tapi nyaris tanpa perkembangan. Bahkan sebagian kemudian berhenti dengan menanggung hutang. Banyak juga wiraswasta yang dijalankan karena mereka tidak mendapatkan pekerjaan di tempat yang dipandang bergensi misalkan PNS, BUMN, Perusahaan multinasional dan sebagainya. Nah, ketika usahanya berjalan ternyata ada lowongan kerja yang sesuai dengan impiannya, maka usahanya ditinggal alias ditutup. Itulah wiraswasta.

Pendek kata istilah wiraswasta semakin tidak keren. Mereka yang menyandang label wiraswasta dipandang sebagai pelaku usaha yang berjalan seadanya.
Atas dasar itulah Indonesian Entrepreneur Society (IES) menyepakati definisi yang membedakan wiraswasta dengan wirausaha.

Wiraswasta adalah pelaku UKM yang perkembangannya lambat akibat dikelola sendiri tanpa sistem manajemen yang baik. Sedangkan Wirausaha adalah terjemahan dari entrepreneur, yaitu bisnis yang dapat dijalankan dengan sistem manajemen yang baik sehingga pemilik usaha dalam menjalankan bisnisnya tanpa kehadiran dirinya. Wirausaha memungkinkan seseorang memiliki usaha yang yang cabangnya puluhan bahkan ratusan. Wirausaha mampu membuat cabang di luar negeri. Wirausaha membuat pemiliknya bisa jalan-jalan dan bisnisnya tetap jalan dan berkembang.

Jadi beda orang berlabel wiraswasta dengan wirausaha terdapat  pada cara mengelola usahanya. Jika seorang pemilik toko, tiap hari membuka toko sendiri, “nongkrongin” toko dari pagi hingga toko tutup, dan dia harus menutup tokonya ketika ia harus ada acara keluar, maka ia pasti pelaku wiraswasta.
Sebaliknya jika ada pelaku bisnis yang menjalankan usahanya dengan mendelegasikan pekerjaan kepada timnya, ia sudah masuk dalam kategori wirausaha.  Wirausaha memiliki mimpi besar untuk membangun bisnisnya. Alhasil, meskipun mulainya sama-sama dari Nol, wirausaha membuat bisnis menjadi besar, memiliki banyak cabang, bahkan bisa berkembang dengan sistem franchise.
Mau pilih jadi wiraswasta atau wirausaha? Tentunya impian kita adalah wirausaha. Bagaimana cara menjadi wirausaha sukses? Sabar.....hari ini sementara cukup dulu ya.

Salam sukses

Guru Yang Memberi Cahaya


Di sebuah sekolah menengah yang baru saja menyelenggarakan try out (uji coba) ujian akhir nasional, seorang guru senior merasa kecewa dengan hasil yang diperoleh oleh siswanya yang ternyata sangat jauh dari harapan. Di hadapan para siswa, guru itu menyampaikan pesan-pesannya.

“Baiklah anak-anak sekalian. Kalian telah melihat hasil uji coba ujian akhir nasional. Ternyata hasilnya sangat mengecewakan kita semua,” ujar pak Guru dengan raut muka serius.

Saya tidak mengerti kenapa kalian mendapat nilai yang sangat mengecewakan. Padahal sebagai guru saya sudah memberikan semuanya kepada kalian. Kenapa kalian membalas kebaikan kami dengan cara demikian? Kalau sudah seperti ini, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya katakan. Masa depan kalian sudah bisa saya gambarkan. Suram!” tambahnya.

Seluruh ruangan senyap. Gesekan kertas dan suara angin menjadi terdengar jelas. Semua siswa diam seribu bahasa. Mereka yang dalam keadaan kecewa melihat hasil try out yang  jauh dari harapan, menjadi kian panik.

Sementara itu di sekolah lain yang juga baru selesai menyelesaikan uji coba dengan hasil yang kurang lebih sama buruknya, suasana kelas tampak berbeda. Seorang guru memberikan tanggapannya dengan wajah yang lebih tenang.

“Baiklah anak-anak semuanya. Kalian tentu telah melihat hasil try out ujian akhir nasional. Hasilnya memang belum sesuai harapan kita semua, bahkan mungkin ada di antara kalian yang sangat kecewa. Namun saya percaya ini bukanlah hasil terbaik yang kalian tampilkan,” nadanya terdengar bijak.

Ini baru uji coba, baru pemanasan. Kami pihak guru yakin bahwa jika kalian dapat memperbaiki cara belajar dengan serius, maka kita akan menuai sukses. Kita semua akan benar-benar diuji pada saat ujian akhir nasional. Jadi kalian harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, dan kami para guru, dengan senang hati membantu kalian agar bisa sukses pada ujian akhir nasional. Oke! Kita sekarang bersama-sama sepakat untuk meraih kesuksesan pada saat ujian akhir nasional!”

Kejadian pertama adalah contoh guru yang hanya sekedar pengajar, bukan pendidik. Dia bisa jadi seorang guru yang pintar dan cerdas namun belum memiliki kemampuan memotivasi siswa. Sebaliknya guru yang kedua adalah guru yang mencerahkan, yang memberi cahaya ketika situasinya terasa gelap. Ia memberi motivasi dengan cara membingkai ulang peristiwa (reframing).

Zulfiandri, seorang pakar  quantum teaching, dalam bukunya Qualitan Teaching, mengatakan, dalam memotivasi siswa, seorang guru disarankan menggunakan teknik ini ketika melihat prestasi yang kurang bagus pada anak didiknya. Ada dua jenis reframing, yaitu context reframing(membingkai ulang peristiwanya) dan meaning reframing (membingkai ulang maknanya).

Teknik membingkai ulang peristiwa dilakukan dengan memberikan pandangan alternatif terhadap sebuah kejadian. Dalam kasus di atas, guru mengatakan “ini baru uji coba”. Kata-kata “baru uji coba” merupakan teknik membingkai ulang peristiwa yang dapat memberi motivasi ke siswa bahwa ujian yang sesungguhnya adalah ujian akhir nasional, sehingga harus dilakukan persiapan yang lebih baik.

Guru pada contoh kedua juga menerapkan teknik membingkai ulang pada maknanya, dengan mengatakan “saya yakin ini bukanlah hasil terbaik yang kalian bisa tampilkan”. Jelas sekali kata-kata ini sangat positif dampaknya bagi para siswa yang tengah gelisah melihat hasil uji coba ujian yang jelek.
Teknik reframing sering kita dengar dari para orang tua dan para pemimpin yang bijak. Ini adalah cara mengambil pelajaran dari sebuah kejadian dengan cara yang tidak menggurui. Perlu dipahami, dua teknik reframing ini tidak selalu dapat digunakan dalam satu waktu.
Umpamanya ada seseorang yang kesal mengalami penundaan pesawat yang disebabkan oleh kerusakan mesin.  Bagi orang yang sedang terburu-buru dan ingin segera sampai tujuan, tidaklah tepat  membingkai ulang peristiwa dengan mengatakan, “nikmati saja penundaan ini dengan menikmati suasana bandara, berkeliling dan berbelanja oleh-oleh”. Kalimat yang terkesan bijak ini sangat mungkin malah membuat dia emosi karena sedang terburu-buru malahan disuruh menghabiskan waktu yang tidak jelas.
Oleh karena itu cara yang tepat adalah dengan membingkai ulang maknanya (meaning reframing), umpamanya dengan mengatakan bahwa lebih baik kerusakan diketahui sekarang dan diperbaiki sekarang juga saat masih di darat, daripada ketahuan rusak ketika pesawat sedang terbang.
Dengan membingkai ulang makna dari kejadian kerusakan mesin pesawat, penumpang dapat langsung membayangkan betapa berbahayanya jika kerusakan pesawat baru diketahui pada saat pesawat sudah berada di angkasa. Perubahan pemahaman ini akan dapat membuat penumpang yang tadinya gelisah dapat menjadi lebih tenang.
Pada situasi lebaran, kita bisa saja kecewa dengan kemacetan mudik meskipun sebelumnya sudah mengatur jadwal perjalanan agar terhindar dari kemacetan. Menghadapi situasi itu banyak pemudik yang memaknai situasi macet ini sebagai bagian dari perayaan lebaran itu sendiri.  Untuk itu kemacetan dapat diisi dengan kegiatan memotret pemandangan indah dan unik di sepanjang perjalanan atau kegiatan lainnya yang lebih bermakna.
Kita perlu mengupayakan segalanya berjalan sesuai harapan. Manakala yang terjadi jauh dari harapan, kita dapat memandang dengan makna yang positif dan melakukan tindakan yang lebih baik di waktu selanjutnya. Salah satunya dengan teknik reframing. Bukankah kita ingin seperti guru yang dapat memberi “cahaya” untuk muridnya? Selamat mencoba.***

Email: bambangsuharno@yahoo.com.